Selasa, 26 Januari 2021

SKI (BAB IV: Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dan Sunan Drajat)

 

Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 6 (BAB IV: Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, dan Sunan Drajat)

BAB IV
SUNAN BONANG, SUNAN KALIJAGA, DAN SUNAN DRAJAT


A.  Sunan Bonang
Syekh Maulana Makdum Ibrahim (Raden Makdum Ibrahim) atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Bonang, Lahir pada tahun 1465 Masehi dan Meninggal pada tahun 1525 Masehi. Sunan Bonang merupakan putra dari Sunan Ampel yang diberi perintah untuk melaksanakan dakwah mengajarkan agama Islam di daerah Rembang, Lasem dan daerah Tuban.
Raden Makdum dipercaya Sunan Ampel untuk menjadi wali yang besar suatu saat nanti. Sehingga Raden Makdum dilatih sejak kecil dalam masalah agama Islam oleh Ayahnya. Berkat ilmu yang ditularkan oleh ayahnya, Raden Makdum Ibrahim sudah mulai berdakwah pada usia remaja di negeri Pasai bersama Raden Paku. Selain mereka berdakwah di negeri Pasai, mereka juga berguru kepada beberapa Ulama Tasawuf besar di negeri Pasai.
1.   Kisah Perjuangan Sunan Bonang
Setelah mereka berguru di negeri Pasai, Raden Makdum dan Raden Paku pulang ke tanah Jawa. Setelah sampai di tanah Jawa, mereka berpisah menuju daerahnya masing-masing. Raden Paku kembali ke Gresik dan mendirikan sebuah pesantren di daerah Giri. Sehingga Raden Paku dikenal dengan sebutan Sunan Giri.
Raden Makdum akhirnya melanjutkan perintah ayahnya untuk berdakwah di daerah Rembang, Tuban dan Lasem. Perjuangan Sunan Bonang tidak terlalu sulit karena masyarakat langsung menerima ajaran yang diajarkan oleh Raden Makdum. Strategi yang dipakai Raden Makdum adalah menggunakan media kesenian untuk berdakwah.
Raden Makdum selalu berdakwah walau usianya sudah tua. Sehingga suatu saat berdakwah di Pulau Bawean Sunan Bonang meninggal dunia. Kabar ini langsung disebarluaskan kepada seluruh masyarakat Jawa. Murid-murid asuhan Sunan Bonang berdatangan dan memberikan penghormatan terakhir untuk Sunan Bonang.
Beliau hendak dimakamkan di daerah Bawean atas keinginan murid-murid Sunan Bonang yang berasal dari Bawean. Tapi murida yang berasal dari Madura meminta agar Sunan Bonang dimakamkan didekat makam ayahnya, yaitu Sunan Ampel di Surabaya. Bahkan murid dari Madura tidak mau kalah dalam mengasuh jenazah Sunan Bonang. Jenazah yang sudah dibungkus dari Bawean akhirnya dibungkus lagi dengan kain kafan dari Surabaya.
Namun pada malam hari murid dari Madura dan Surabaya memakai ilmu Sirep untuk membuat ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban. Saat mengangkut jenazah Sunan Bonang ke kapal, kain kafan yang satu tertinggal di Bawean. Kemudian kapal berlayar menuju Surabaya. Tapi saat di perairan Tuban, kapal tidak bisa bergerak. Sehingga jenazah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban, yaitu sebelah barat Masjid Jami’ Tuban.
Sementara itu, kain kafan yang tertinggal di Bawean juga ada jenazah Sunan Bonang. Orang-orang Bawean pun mengebumikan jenazah Sunan Bonang dengan khidmat. Dengan terjadinya hal seperti itu, jenazah Sunan Bonang dinyatakan ada dua. Inilah bukti kekuasaan Allah atas segalanya. Beliau diberi kelebihan dari Allah dengan memiliki dua jenazah sehing     ga tidak ada permusuhan diantara murid Sunan Bonang.
2.   Cara Berdakwah
a.       Menerapkan Kebijaksanaan dalam Berdakwah
b.      Menggunakan Media Karya Seni untuk Berdakwah
Musik merupakan media yang dilakukan Sunang Bonang untuk menyampaikan teori-teori Islam kepada masyarakat. Alat musik yang digunakan Sunan Bonang berupa gamelan yang diberi nama Bonang. Beliau membunyikan alat musiknya sangat merdu dan menarik simpati setiap orang yang mendengarnya. Sehingga Sunan bonang tinggal mengisi ajaran-ajaran Islam kepada mereka.
c.   Menggunakan Media Karya Sastra untuk Berdakwah
Sunan Bonang juga menciptakan sebuah karya sastra yang disebut Suluk. Sehingga karya sastra tersebut dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat sampai sekarang. Karya sastra tersebut disimpan di Universitas Leiden, Belanda.
B.  Sunan Kalijaga
Raden Said atau dikenal dengan julukan Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1450 Masehi. Ayah Raden Said adalah Arya Wilatikta. Ayah Raden adalah salah satu keturunan dari pemberontak Majapahit dan Ronggolawe. Adipati Arya Wilatikta sudah masuk Islam sebelum Raden dilahirkan. Meskipun beragama Islam, Arya masih saja bertindak kejam dan sangat arogan kepada pemerintahan Majapahit yang masih menganut kepercayaan Hindu. Ia juga menerapkan pajak yang tinggi kepada masyarakat. Karena tingkah ayahnya seperti itu, Raden Said selalu melawan kebijakan-kebijakan ayahnya. Perlawanan Raden Said sampai-sampai membuat ayahnya marah. Raden Said membongkar lumbung padi yang digelapkan ayahnya dan membagi-bagikan padi kepada masyarakat.
Ayah Raden kemudian menggelar sidang untuk mengadili Raden. Berbagai macam pertanyaan dilontarkan kepada Raden Said. Raden Said sangat senang sekali karena ditanya mengapa Raden melakukan perbuatan seperti itu. Ini menjadi kesempatan Raden untuk meluruskan kelakuan ayahnya. Raden mengatakan bahwa perlakuan ayah terhadap masyarakat sangat menentang ajaran Islam. Karena ayah menyimpan lumbung padi sangat banyak sementara itu rakyat disini sedang mengalami kelaparan.
Arya tidak menerima alasan anaknya karena menganggap Raden meggurui ayahnya sendiri. Oleh karena itu, Raden kemudian diusir dari istana Kadipaten dan memberi tantangan kepada anaknya. Raden boleh pulang jika dia mampu mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada seluruh rakyat Tuban.
Setelah diusir dari istana, Raden Said ternyata berubah haluan menjadi seorang perampok yang terkenal dan ditakuti di kawasan timur. Walau seorang perampok, Raden masih memilih korban yang tergolong kaya dan tidak mau mengeluarkan zakat dan tidak mau bersedekah kepada sesama.
1.   Kisah Perjuangan Sunan Kalijaga
Saat Raden Said di hutan, dia melihat seorang kakek tua berjalan dengan memakai tongkat. Kakek tersebut merupakan Sunan Bonang. Raden tergiur dengan tongkat yang dibawa Sunan Bonang, karena tongkatnya terlihat seperti tongkat emas. Kemudian Raden Joko merebut tongkat yang dibawa Sunan Bonang dan berkata bahwa tongkat itu akan dijual dan dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Tapi Sunan Bonang tidak membenarkan yang dilakukan Raden Joko. Sunan Bonang lalu menasihati Raden Joko untuk tidak mencuri lagi untuk orang miskin. Karena perbuatan itu termasuk amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan jika Raden Said ingin mendapatkan kekayaan tanpa banyak usaha, maka ambil buah aren emas yang ada di pohon itu.
Setelah mengetahui Sunan Bonang sangat bijaksana, Raden Joko ingin sekali berguru kepada Sunan Bonang. Lalu Raden Joko menyusul Sunan Bonang yang sudah berada di sungai. Raden Joko memohon kepada Sunan Bonang agar dia diterima menjadi muridnya. Kemudian Sunan Bonang menyuruh Raden Joko bersemedi di tepi sungai sambil menjaga tongkat yang ditancapkan Sunan Bonang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu dia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena terlalu lama tertidur, tanpa disadari akar dan rumput menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena dia menjaga tongkatnya di sungai sangat lama, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga sangat toleran terhadap budaya lokal. Sunan Kalijaga berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka Sunan mempunyai strategi untuk mendekati secara perlahan. Sunan Kalijaga yakin jika Islam sudah dipahami, maka dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga sangat mudah dipahami dalam mengenalkan Islam. Dia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, dan seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah yang menggagas Sekatenan, Grebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu.

C.  Sunan Drajat
      Sunan Drajat merupakan putra dari Sunan Ampel yang terkenal sebagai anak yang cerdas. Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Qasim atau juga dikenal Raden Syarifudin. Lahir pada tahun 1470 Masehi dan meninggal pada tahun 1522. Raden Qasim merupakan adik dari Sunan Bonang dan putra dari Sunan Ampel. Sejak kecil, Raden Qasim selalu menghabiskan waktu bermainnya di daerah asalnya yaitu Ampeldenta. Saat menginjak dewasa, Raden Qasim ingin seperti kakaknya yang telah dikirim ke Tuban untuk berdakwah. Raden selalu mempelajari semua ajaran-ajaran Islam untuk dikuasai. Setelah menguasai pelajaran Islam, Raden Qasim segera mencari tempat untuk berdakwah. Tempat yang di ambil dan dijadikan pusat kegiatan dakwahnya adalah di desa Drajat, Kabupaten Lamongan. Raden Qasim selain berdakwah juga menjadi pemegang kendali otonom kerajaan Demak kurang lebih selama 36 tahun.
Raden Qasim dikenal sebagai Wali yang berjiwa sosial. Beliau selalu memperhatikan masyarakat yang tidak mampu, mendahulukan kesejahteraan rakyat, memberikan motivasi kepada masyarakat. Setelah mendahulukan kepentingan umum, beliau kemudian memberikan ajaran-ajaran Islam. Karena kerberhasilannya menyebarkan agama Islam dan mampu memakmurkan kehidupan masyarakat, Raden Qasim mendapatkan gelar Sunan Mayang Madu dari Sunan Demak pada tahun 1520 Masehi.
1.   Kisah Perjuangan Sunan Drajat
Pada suatu ketika, ayah dari Raden Qasim menyuruh putranya untuk berdakwah seperti kakaknya. Namun Raden Qasim tidak langsung menerima perintah ayahnya karena Qasim hanya ingin membantu kakaknya. Kemudian ayah mencari cara agar putranya Qasim berani berdakwah sendiri. Ayah menyarankan Qasim untuk berdakwah di Jawa bagian timur. Tapi Qasim menolaknya karena Qasim merasa berat jika ke daerah timur yang masih kental akan ajaran Hindu. Kemudian ayah memberi Qasim hak untuk memilih tempat dimana dia ingin berdakwah selain membantu kakaknya. Setelah berfikir panjang, Qasim memutuskan ingin berdakwah di daerah Surabaya, khususnya di Tuban. Namun sekali lagi ayah menyarankan Qasim untuk berdakwah di sekitar pesisir utara Gresik dan Tuban. Akhirnya Qasim menerima perintah ayahnya untuk berdakwah di tempat yang telah disetujui.
Kemudian Raden Qasim bersama para santri menuju ke Gresik untuk melaksanakan tugasnya. Sebelum sampai di Gresik, Sunan Drajat bersilahturahmi kepada Sunan Giri. Dia memberitahu kepada Sunan Giri bahwa dia diutus ayahnya untuk berdakwah di daerah pesisir utara. Sunan Giri sangat senang mendengar bahwa Raden Qasim diutus untuk berdakwah ke pesisir utara. Kemudia Sunan Giri memberikan beberapa nasehat agar kedatangannya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat pesisir utara.
Sunan Drajat kemudian melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa hari akhirnya Sunan Drajat sampai di pesisir pantai dan bertemu dengan nelayan yang sedang melaut. Sunan Drajat menjelaskan berbagai macam jenis ikan yang bisa dimakan dan ikan yang berbahaya jika dimakan. Setelah mendengar penjelasan dari Sunan Drajat, para nelayan akhirnya mengerti dan percaya apa yang dikatakan oleh Sunan Drajat. Disinilah Sunan Drajat mulai percaya diri untuk berdakwah di Gresik yang masih kental dengan agama Hindu.
Setelah melakukan perjalanan jauh, akhirnya Raden Qasim sampai di sebuah desa yang bernama desa Drajat. Raden Qasim kemudian menjadikan pusat dakwahnya di daerah ini. Di desa Drajat banyak kegiatan-kegiatan islami yang membuat masyarakat Hindu penasaran dan ingin tahu apa yang dilakukan Sunan Drajat bersama santri-santrinya. Sehingga dengan kecerdasan Sunan Drajat masyarakat Hindu mempu tertarik dengan metode dakwah Sunan Drajat yang memakai tembang Pangkur sebagai andalannya.
2.   Cara Berdakwah
a.       Menggunakan metode kesenian
Kesenian yang dipakai Raden Qasim adalah tembang Pangkur.
b.   Menggunakan filosofi sendiri
Sunan Drajat dikenal memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga mempu membuat makna filosofi sendiri. Filosofi tersebut dikenal ke tujuh sap tangga. Berikut ini adalah bunyi filosofi :
1)      Memangun resep tyasing Sasoma (selalu membuat hati orang lain senang)
2)      Jroning suka kudu éling lan waspada (meski dalam suasana riang, kita harus tetap ingat dan waspada)
3)      Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
4)      Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan nafsu-nafsu)
5)      Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur).
6)      Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan sholat lima waktu)
7)      Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong kang luwé, Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong kang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
c.   Terjun langsung ke masyarakat untuk mengatasi berbagai macam masalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MATERI

PENGHITUNGAN JAM KURIKULUM MERDEKA

  https://nihayatulamal.sch.id/berita-struktur-kurikulum-merdeka-tingkat-madrasah-ibtidaiyah-mi.html Struktur Kurikulum Merdeka Tingkat Madr...