๐ป SPIRIT TAHAJUD (359) 2512๐ป
Menanti Syafaat Rasulullah Saw.
✍ Hari kiamat adalah akhir dari segala sesuatunya. Peristiwa maha dahsyat ini akan meluluh-lantakkan tak hanya bumi, namun juga semesta. Semuanya akan musnah kecuali Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ar-Rahman,: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa: Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan,” (Ar-Rahman:26-27) ๐
๐ Setelah peristiwa maha dahsyat itu terjadi, seluruh manusia pun dibangkitkan di Padang Mahsyar. Di sinilah semua amal perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan. Di sinilah penentuan. Apakah nanti kita akan masuk surga atau neraka. Ketika itu kondisi di Padang Mahsyar sangatlah kacau balau. Saking takutnya, mereka bahkan tak peduli dengan anak, istri, orangtua, yang dipikirkan hanya keselamatan diri sendiri. Jadi, meskipun ada anak kandungnya disampingnya diseret oleh malaikat pun, ia tak akan peduli. Apalagi kala itu matahari berada diatas kepala manusia dan hanya berjarak 1 mil saja. Kondisinya sudah pasti sangat panas. Beruntungnya, kita akan mendapatkan syafaat oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang akan mengantarkan kita ke surga. ๐
๐ Penantian Rasululullah ini pun juga diceritakan bahwa Rasulullah akan menanti kita untuk memberi pertolongan di Padang Mahsyar, tepatnya di Telaga Kautsar. Barulah setelah itu menuju ke Mizan lalu ke Shirath. Nabi Muhammad Saw akan menemui umatnya di Telaga Kautsar. Apa itu Al-Kautsar? Al-Kautsar bisa diartikan sebagai kebaikan yang banyak. Bisa pula nama sungai di surga atau nama telaga Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rincian pengertian Al-Kautsar disebutkan dalam Zaad Al-Masiir, 9: 247-249. ๐
✍️ Telaga Kautsar adalah telaga yang begitu besar di mana airnya berasal dari sungai Al-Kautsar yang ada di surga. Telaga inilah yang nantinya akan didatangi oleh seluruh umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Hal ini telah disampaikan oleh Beliau dari hadis yang diriwayatkan oleh Anas. Ketika Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sedang tidur beliau kemudian tersenyum sambil mengangkat kepala. Kemudian Kami pun bertanya, “Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?” “Baru saja turun kepadaku suatu surah”, jawab Beliau. Kemudian Beliau membaca Surat Al-Kautsar ayat 1-3.
ุจِุณْู ِ ุงَِّููู ุงูุฑَّุญْู َِู ุงูุฑَّุญِูู ِ. ุฅَِّูุง ุฃَุนْุทََْููุงَู ุงَْْูููุซَุฑَ. َูุตَِّู ِูุฑَุจَِّู َูุงْูุญَุฑْ. ุฅَِّู ุดَุงِูุฆََู َُูู ุงูุฃَุจْุชَุฑُ
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. 2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. 3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.
َْูู ุชَุฏْุฑَُْูู ู َุง ุงَْْูููุซَุฑُ ؟ َُْูููุง ุงُููู َูุฑَุณُُُْููู ุฃَุนَْูู ُ . َูุงَู َูุฅَُِّูู َْููุฑٌ َูุนَุฏَِِููู ุฑَุจِّู ุนَุฒَّ َูุฌََّู ุนََِْููู ุฎَْูุฑٌ َูุซِูุฑٌ َُูู ุญَْูุถٌ ุชَุฑِุฏُ ุนََِْููู ุฃُู َّุชِู َْููู َ ุงَِْูููุงู َุฉِ ุขَِููุชُُู ุนَุฏَุฏُ ุงُّููุฌُูู ِ َُููุฎْุชََูุฌُ ุงْูุนَุจْุฏُ ู ُِْููู ْ َูุฃَُُููู ุฑَุจِّ ุฅَُِّูู ู ِْู ุฃُู َّุชِู. ََُُููููู ู َุง ุชَุฏْุฑِู ู َุง ุฃَุญْุฏَุซَุชْ ุจَุนْุฏََู
Kemudian beliau berkata, “Tahukah kalian apa itu Al Kautsar?” “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”, jawab kami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku ‘azza wa jalla. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang nanti akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di telaga tersebut sejumlah bintang di langit. Namun ada dari sebagian hamba yang tidak bisa minum dari telaga tersebut. Allah berfirman: Tidakkah engkau tahu bahwa mereka telah amalan baru sesudahmu.” (HR. Muslim, no. 400).
ุนَْู ุฃَุจِู ุฐَุฑٍّ َูุงَู ُْููุชُ َูุง ุฑَุณَُูู ุงَِّููู ู َุง ุขَِููุฉُ ุงْูุญَْูุถِ َูุงَู « َูุงَّูุฐِู َْููุณُ ู ُุญَู َّุฏٍ ุจَِูุฏِِู ูุขَِููุชُُู ุฃَْูุซَุฑُ ู ِْู ุนَุฏَุฏِ ُูุฌُูู ِ ุงูุณَّู َุงุกِ َََูููุงِูุจَِูุง ุฃَูุงَ ِูู ุงََّْููููุฉِ ุงْูู ُุธِْูู َุฉِ ุงْูู ُุตْุญَِูุฉِ ุขَِููุฉُ ุงْูุฌََّูุฉِ ู َْู ุดَุฑِุจَ ู َِْููุง َูู ْ َูุธْู َุฃْ ุขุฎِุฑَ ู َุง ุนََِْููู َูุดْุฎُุจُ ِِููู ู ِูุฒَุงุจَุงِู ู َِู ุงْูุฌََّูุฉِ ู َْู ุดَุฑِุจَ ู ُِْูู َูู ْ َูุธْู َุฃْ ุนَุฑْุถُُู ู ِุซُْู ุทُِِููู ู َุง ุจََْูู ุนَู َّุงَู ุฅَِูู ุฃََْููุฉَ ู َุงุคُُู ุฃَุดَุฏُّ ุจََูุงุถًุง ู َِู ุงَّููุจَِู َูุฃَุญَْูู ู َِู ุงْูุนَุณَِู
✍ Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dzar pun kemudian disebutkan, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan bejana yang ada di al-haudh (telaga Al-Kautsar)?”, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, _“Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya. Wadah untuk minum yang ada di telaga Al-Kautsar banyaknya seperti jumlah bintang dan benda yang ada di langit pada malam yang gelap gulita. Itulah gelas-gelas di surga. Barang siapa yang minum air telaga tersebut, maka ia tidak akan merasa haus selamanya. Di telaga tersebut ada dua saluran air yang tersambung ke Surga. Barang siapa meminum airnya, maka ia tidak akan merasa haus. Lebarnya sama dengan panjangnya, yaitu seukuran antara Amman dan Ailah. Airnya lebih putih dari pada susu dan rasanya lebih manis dari pada manisnya madu.” (HR. Muslim, no. 2300) ๐
✍️ Sungguh rugi jika selama hidup di dunia telah banyak melakukan amal-amal kebaikan, tapi ketika dihadapan Allah Swt. semua tidak berguna karena sebuah kesalahan. Bisa jadi seseorang memiliki banyak amal seperi puasa, salat malam, haji, sedekah, dan amal baik lainnya. Namun semua itu ternyata tidak berguna ibarat debu yang beterbangan. Hal ini telah diinformasikan oleh Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang menyebutkan bagaimana seseorang bisa merugi karena ia memiliki amal yang banyak tapi semua hilang karena sebuah dosa yang ia lakukan. Beliau menyebutkan ada hadis dari Tsauban ra. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:
ุฃَุนَْูู ََّู ุฃََْููุงู ًุง ู ِْู ุฃُู َّุชِู َูุฃْุชَُูู َْููู َ ุงَِْูููุงู َุฉِ ุจِุญَุณََูุงุชٍ ุฃَู ْุซَุงِู ุฌِุจَุงِู ุชَِูุงู َุฉَ ุจِูุถًุง ََููุฌْุนََُููุง ุงَُّููู ุนَุฒَّ َูุฌََّู َูุจَุงุกً ู َْูุซُูุฑًุง َูุงَู ุซَْูุจَุงُู َูุง ุฑَุณَُูู ุงَِّููู ุตُِْููู ْ ََููุง ุฌَِِّููู ْ ََููุง ุฃَْู َูุง ََُูููู ู ُِْููู ْ ََููุญُْู َูุง َูุนَْูู ُ َูุงَู ุฃَู َุง ุฅَُِّููู ْ ุฅِุฎَْูุงُُููู ْ َูู ِْู ุฌِْูุฏَุชُِูู ْ ََููุฃْุฎُุฐَُูู ู ِْู ุงَِّْูููู َูู َุง ุชَุฃْุฎُุฐَُูู َََُِّูููููู ْ ุฃََْููุงู ٌ ุฅِุฐَุง ุฎََْููุง ุจِู َุญَุงุฑِู ِ ุงَِّููู ุงْูุชَََُููููุง
“Sungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebesar Gunung Tihamah yang putih. Kemudian Allah menjadikannya debu yang berterbangan.” Tsauban bertanya, “Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka dan jelaskanlah perihal mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian, tetapi mereka adalah kaum yang jika bersendirian mereka menerjang hal yang diharamkan Allah.” (HR. Ibnu Majah)๐
๐ Itulah hadits yang memberi tahukan bahwa seseorang yang datang dengan amal kebaikan sebanyak Gunung Tihamah tapi semua menjadi debu (tidak berguna) karena ia bermaksiat kepada Allah ketika sendiri. Seseorang sangat mungkin menjauh dari dosa dan maksiat saat berada di hadapan dan dilihat orang lain. Akan tetapi jika ia menyendiri dan terlepas dari pandangan manusia, ia melepaskan tali kekang nafsunya lalu melakukan dosa dan melanggar apa yang diharamkan oleh Allah. Semakna dengan hadis Tsauban, Allah Swt. juga berfirman dalam surat An-Nisa ayat 108: “Mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah, karena Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Allah Maha Meliputi apa yang mereka kerjakan.” ๐ฟ
๐ Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa saja yang dikerjakan hamba-hambaNya meskipun di malam hari dan tidak ada seorang pun yang melihatnya. Mengapa dosa ini yaitu bermaksiat ketika sendiri dapat menghapus amal kebaikan meskipun sebesar gunung sekalipun? Sesungguhnya sikap ini menunjukkan sikap munafik. Dalam hal ini meski sifat munafiknya bukan dalam sisi iktikad (keyakinan) tapi dari sisi amalan. Ibnu Rajab di dalam kitab Jami’ul- ‘Ulum wal-Hikam berkata: “Takwa kepada Allah dalam ketersembunyian adalah tanda kesempurnaan iman. Hal ini berpengaruh besar pada pujian untuk pelakunya yang Allah ‘sematkan’ pada hati kaum mukminin.”. Maka tidak hanya merugi tapi sungguh celaka karena dosa yaitu berani bermaksiat dikala sendiri ini menjadikan amalan kebaikan yang dilakukan tidak lagi berguna. Ibnul-A’rabi di dalam kitab Syu’abul-Iman lil-Baihaqi berkata: “Orang yang paling merugi, ialah yang menunjukkan amal-amal salehnya kepada manusia dan menunjukkan keburukannya kepada Allah yang lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.”
๐ Syaikh Muhammad Al-sMukhtar Asy-Syinqithi dalam kitab Syarh Zaad Al-Mustaqni’ berkata jika seseorang melakukan maksiat secara sembunyi-sembunyi tapi penuh penyesalan maka orang tersebut bukan termasuk merobek tabir untuk menerjang yang haram. Karena orang semacam ini saat mengagungkan syariat Allah ia terkalahkan oleh syahwatnya. Adapun yang bermaksiat dalam keadaan berani (menganggap remeh) itulah yang membuat amalnya terhapus. Mengingat betapa meruginya orang yang berbuat demikian, maka sekuat tenaga kita harus berusaha untuk menjauhinya. Sebab Allah Maha Melihat apa yang dikerjakan hamba-hamba-Nya baik di kala ramai atau sepi. Wallahu a'lam bis showab.๐
Tidak ada komentar:
Posting Komentar